Sabtu, 22 Oktober 2022

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3. 1

 PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS  NILAI NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN

1. 


1. Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

Filosofi Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara (KHD)  Triloka  yang dikenal dengan Ing Ngarso Sung Thulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, dan Tut Wuri Handayani, menjadi sangat relevan untuk dijadikan landasan dalam mengambil sebuah keputusan yang bertanggung jawab dan berpihak pada murid. Karena sejatinya seorang guru adalah penuntun yang tugasnya adalah menuntun kodrat anak, baik kodrat alam maupun kodrat zamannya agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Makna kata “Penuntun”, dapat dipahami sebagai “Pemimpin Pembelajaran”, yang berpusat pada murid.

Berlandaskan filosofi Pratap Triloka KHD dalam pengambilan keputusan di kelas akan membawa kepada perubahan positif pada BUDI PEKERTI. BUDI (cipta, rasa, karsa) dan PEKERTI (tenaga/raga) harus seimbang dan holistik. Kesempurnaan budi pekerti akan membawa anak pada kebijaksanaan. Semua disiplin ilmu dan pengambllan keputun harus menuju kepada KEBIJAKSANAAN. Menurut KHD, semua yang kita lakukan di bidang pendidikan harus berorientasi kepada murid. Atau bahasa lain yang digunakan KHD adalah " Bebas dari segala ikatan, dengan suci hati mendekati sang anak, tidak untuk meminta sesuatu hak, namun untuk berhamba pada sang anak". "Pendidikan itu harus memerdekakan"

Pengambilan keputusan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran di kelas yang berpihak dan memerdekakan murid akan menjadi contoh dan tauladan bagi murid-murid untuk mulai berani mengambil keputusan-keputusan yang sesuai dengan pilihannya sendiri tanpa paksaan dan campur tangan orang lain. Diharapkan bahwa murid akan lebih nyaman untuk berkomunikasi dan menentukan pilihan keputusan bersama dengan guru , dan para guru akan lebih memperhatikan kepentingan muridnya.

 

2. Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Nilai-nilai yang dimiliki seorang guru adalah nilai kebajikan, di antaranya keadilan, tanggung Jawab, kejujuran, bersyukur, lurus hati, berprinsip, integritas, kasih Sayang, rajin, komitmen, percaya Diri, kesabaran, dan masih banyak lagi. Mengajarkan nilai-nilai kebajikan merupakan hal kunci yang perlu diajarkan kepada murid-murid kita.

Sebagai Calon Guru Penggerak, tentunya ada beberapa nilai yang harus dipegang seperti nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid.

Ketika kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup.

Untuk dapat mengambil keputusan diperlukan nilai-nilai atau prinsip dan pendekatan sehingga keputusan tersebut merupakan keputusan yang paling tepat dengan resiko yang paling minim bagi semua pihak, terutama bagi kepentingan /keberpihakan pada anak didik kita.

 

3.  Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.

Pendidikan Coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan Coach dapat membuat murid melakukan metakognisi untuk mengambil keputusan dengan memilih sendiri alternatif/solusi dari permasalahan yang dihadapinya tanpa paksaan dan campur tangan orang lain. Proses coaching dilakukan sebagai pendampingan bagi coachee dalam menemukan solusi dan menggali potensi yang ada dalam diri, yang kemudian dituangkan dalam sebuah tindakan sebagai bentuk tanggung jawab (TIRTA). 

 Berdasarkan  filosofi Ki Hajar Dewantara tentang peran utama guru (Pamong/Pedagog), maka memahami pendekatan Coaching menjadi selaras dengan Sistem Among sebagai salah satu pendekatan yang memiliki kekuatan untuk menuntun kekuatan kodrat anak (murid). Pendekatan coaching sistem among dapat diterapkan dengan menggunakan metode TIRTA yang merupakan kepanjangan dari T: Tujuan, I: Identifikasi, R: Rencana aksi, dan TA: Tanggung jawab. Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. kita, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan. Tugas guru adalah menuntun atau membantu murid (coachee) menyadari bahwa mereka mampu menyingkirkan sumbatan-sumbatan yang mungkin menghambat perkembangan potensi dalam dirinya. Hal ini selaras dengan Tujuan coaching yaitu untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka.

 

Pendekatan coaching model TIRTA menjadi selaras jika disandingkan dengan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan yang bertanggung jawab dan berpihak pada anak. Keterampilan coaching akan membantu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memprediksi hasil, dan melihat berbagai opsi sehingga dapat mengambil keputusan dengan baik.

 

Dalam proses coaching, seorang coach menuntun agar coachee dapat menggali, memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru atas situasi yang sedang dihadapi. Proses coaching menekankan pada proses inkuiri yaitu kekuatan pertanyaan atau proses bertanya yg muncul dalam dialog saat coaching. Pertanyaan efektif mengaktifkan kemampuan berpikir reflektif para murid dan keterampilan bertanya mereka dalam pencarian makna dan jawaban atas situasi atau fenomena yang mereka hadapi dan jalani.

 

4.  Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika? 

Diperlukan kompetensi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills) untuk mengambil keputusan. Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab adalah kemampuan seseorang untuk membuat pilihan-pilihan yang konstruktif terkait dengan perilaku pribadi serta interaksi sosial mereka berdasarkan standar etika, pertimbangan keamanan dan keselamatan, serta norma sosial (CASEL).

Diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindful), sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa di dalam kondisi berkesadaran penuh, terjadi perubahan fisiologis seperti meluasnya area otak yang terutama berfungsi untuk belajar dan mengingat, berkurangnya stres, dan munculnya perasaan tenang dan stabil (Kabat-Zinn, 2013, hal. 37). Dengan latihan berkesadaran penuh, maka seseorang dapat menumbuhkan perasaan yang lebih tenang dan pikiran yang lebih jernih, yang akan berpengaruh pada keputusan yang lebih responsif dan reflektif.

 

5.  Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik? 

Sebagai seorang pendidik seringkali kita dihadapkan pada suatu keadaan di mana kita harus  mengambil sebuah keputusan sulit. Namun, perlu kita ketahui bahwa tidak semua keputusan sulit tersebut merupakan dilema etika. Ada kalanya itu lebih berupa bujukan moral. 

"Etika terkait dengan karsa karena manusia memiliki kesadaran moral. Akal dan moral dua dimensi manusia yang saling berkaitan. Etika terkait dengan karsa karena manusia memiliki kesadaran moral." (Rukiyanti, L. Andriyani, Haryatmoko, Etika Pendidikan, hal. 43).

Dari kutipan di atas kita bisa menarik kesimpulan bahwa karsa merupakan suatu unsur yang tidak terpisahkan dari perilaku manusia. Karsa ini pun berhubungan dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang dianut oleh seseorang, disadari atau pun tidak. Nilai-nilai atau prinsip-prinsip inilah yang mendasari pemikiran seseorang dalam mengambil suatu keputusan yang mengandung unsur dilema etika. Ketika Guru berhadapan dengan kasus-kasus yang fokus pada masalah moral atau etika, maka nilai-nilai diri yang dianut dan yang paling dihargai oleh seorang pendidik akan sangat mempengaruhi dalam proses pengambilan keputusan. Nilai-nilai yang dianut oleh Guru Penggerak seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid , tentunya akan sangat mempengaruhi paradigma dan prinsip pengambilan keputusan seorang Guru Penggerak .

Selama ini pada saat mengambil keputusan, landasan pemikiran kita memiliki kecenderungan pada prinsip : (1) Melakukan, demi kebaikan orang banyak.; (2) Menjunjung tinggi prinsip-prinsip/nilai-nilai dalam diri kita; (3) Melakukan apa yang Anda harapkan orang lain akan lakukan kepada diri Anda.

Etika tentunya bersifat relatif dan bergantung pada kondisi dan situasi, dan tidak ada aturan baku yang berlaku.

6.  Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

 Setiap keputusan yang kita ambil akan ada konsekuensi yang mengikutinya, dan oleh sebab itu setiap keputusan perlu berdasarkan pada rasa tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan universal dan berpihak pada murid. 

 Sebagai upaya pengambilan keputusan yang tepat, yang berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman dapat dilakukan dengan bebrapa tahap berikut, yaitu :

  • Mengidentifikasi jenis-jenis paradigma dilema etika yang sesui dari suatu kasus
  • Memilih dan memahami 3 (tiga) prinsip yang dapat dilakukan untuk membuat keputusan dalam dilema pengambilan keputusan.
  • Menerapkan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan yang diambil dalam dilema etika 
  • bersikap reflektif, kritis, dan kreatif dalam proses tersebut

 

7. Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

  • Tantangan dalam menjalankan pengambilan keputusan tentunya sebagai pendidik terkadang harus meminta pendapat dari pimpinan sebelum keputusan diambil jika kasusnya berhubungan dengan kepentingan sekolah  dan dalam waktu jangka panjang.
  • Mengambil keputusan sendiri untuk masalah/kasus pribadi saya sebagai pendidik terlebih berhadapan dengan siswa, perasaan kasihan terkadang mengalahkan untuk menegakkan peraturan
  • Ketika berhadapan pada suatu dilema etika individu lawan masyarakat (dalam konteks di sekolah). Kecenderungan pendapat individu (kelompok kecil) akan terpatahkan oleh masyarakat (kelompok besar). Sebagai contoh, dalam pengambilan keputusan kenaikan kelas bagi anak yang memiliki kompetesi pengetahuan rendah tetapi memiliki nilai karakter yang baik.
  • Trauma dari kegagalan mengambil keputusan di masa lalu
  • Kekhawatiran jika keputusan yang diambil justru berdampak tidak baik (merugikan) bagi sebagian besar suatu pihak.
  • Menyelidiki situasi atau masalah secara detail atau mengumpulkan berbagai macam informasi terkait dengan situasi tersebut. Contoh : Seringkali informan memberi keterangan yang tidak konsisten.

8.  Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

"Beban dan amanah kepemimpinan adalah mengimbangi semua prioritas yang terpenting. Tugas saya dalam pendidikan adalah melakukan yang terbaik. Apa yang diinginkan kadang-kadang belum tentu itu yang terbaik. Dan untuk membuat perubahan, apalagi perubahan transformasional, pasti ada kritik. Sebelum mengambil keputusan, tanyakan, apakah yang kita lakukan berdampak pada peningkatan pembelajaran murid?" (Nadiem Makarim, 2020)

Pada konteks merdeka belajar, proses pembelajaran yang dilakukan adalah yang berpihak pada murid. Karena itu, pengambilan keputusan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran hendaknya dapat “menuntun” dan memberikan ruang bagi murid dalam proses pengajaran untuk merdeka mengemukakan pendapat dan mengekspresikan ilmu -ilmu baru yang didapatnya. Dengan demikian murid-murid dapat belajar mengambil keputusan yang sesuai dengan pilihannya sendiri tanpa paksaan dan campur tangan orang lain.

 

9. Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Seorang pemimpin pembelajaran yang memiliki penalaran yang baik, sepantasnya menghargai konsep-konsep dan prinsip-prinsip etika yang pasti.  Prinsip-prinsip etika sendiri berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati dan disetujui bersama, lepas dari latar belakang sosial, bahasa, suku bangsa, maupun agama seseorang. Nilai-nilai kebajikan universal meliputi hal-hal seperti Keadilan, Tanggung Jawab, Kejujuran, Bersyukur, Lurus Hati, Berprinsip, Integritas, Kasih Sayang, Rajin, Komitmen, Percaya Diri, Kesabaran, dan masih banyak lagi.

Keputusan-keputusan yang diambil oleh guru sebagai pemimpin pembelajaran akan merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi, dan akan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah, terutama bagi murid. Pendidik adalah teladan bagi murid untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila.

10. Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Guru sebagai pendidik yang peran utamanya adalah "menuntun" segala kodrat yang dimiliki oleh anak, baik kodrat alam maupun kodrat zamannya, agar anak meraih kemerdekaannya dalam belajar. Dalam proses menuntun, guru berperan sebagai pamong, yang mengedepankan azaz pratap trikolaka ing ngarso sung thulodo, ing madyo mbangun karso, dan tut wuri handayani dalam kepemimpinannya di pembelajaran. Pratap Triloka KHD yang dikedepankan oleh guru dalam pengambilan keputusan di kelas akan membawa kepada perubahan positif pada BUDI PEKERTI anak. Kesempurnaan budi pekerti akan membawa anak pada kebijaksanaan. Semua disiplin ilmu dan pengambilan keputun harus menuju kepada KEBIJAKSANAAN.

 11. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Dibutuhkan nilai-nilai kebajikan  agar setiap keputusan yang diambil oleh guru merupakan keputusan yang paling tepat dengan resiko yang paling minim bagi semua pihak, terutama bagi kepentingan /keberpihakan pada peserta  didik. Nilai-nilai kebajikan tersebut dapat berupa : keadilan, tanggung Jawab, kejujuran, bersyukur, lurus hati, berprinsip, integritas, kasih Sayang, rajin, komitmen, percaya Diri, kesabaran, dan masih banyak lagi. Mengajarkan nilai-nilai kebajikan merupakan hal kunci yang perlu diajarkan kepada murid-murid kita. Selain itu terdapat nilai khusus bagi Calon guru Penggerak yang akan menjadi role model bagi murid yaitu : mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid , tentunya akan sangat mempengaruhi paradigma dan prinsip pengambilan keputusan seorang Guru Penggerak .hal hal yang diluar dugaan adalah adanya 9 langka pengambilan dan pengujian dalam proses pengambilan keputusan. ini yang memang perlu dilakukan sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan yang paling tepat dengan resiko yang paling minim bagi semua pihak, terutama bagi kepentingan /keberpihakan pada peserta  didik. 

12. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

 saya pernah menerapkan pengambilan keputusan dalam situasi moral dilema, tentu saya memilki pemahaman yang jelas tentang pradigma dilema etika dan membedakan dengan bujuk moral, memahami prinsip pengambilan keputusan, pemahaman ini sangat membantu saya dalam membuat keputusan yang baik, meskipun tetap akan ada resiko setiap keputusan yang saya ambil

13. Bagaimana dampak mempelajari konsep  ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Sebelum mempelajari konsep ini tentunya tidak ada pedoman atau panduan bagi saya untuk menghasikan keputusan yang baik, tetapi stelah modul 3.1 ini, sangat membantu saya untuk mendapatkan keputusan yang baik, karena akan melalui langka pengambilan dan pengujian dalam pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab adalah kemampuan seseorang untuk membuat pilihan-pilihan yang konstruktif terkait dengan perilaku pribadi serta interaksi sosial mereka berdasarkan standar etika, pertimbangan keamanan dan keselamatan, serta norma sosial (CASEL). Diharapkan proses pengambilan keputusan dapat dilakukan secara sadar penuh (mindful), sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada. Karena di dalam kondisi berkesadaran penuh, terjadi perubahan fisiologis seperti meluasnya area otak yang terutama berfungsi untuk belajar dan mengingat, berkurangnya stres, dan munculnya perasaan tenang dan stabil. Dengan latihan berkesadaran penuh, maka seseorang dapat menumbuhkan perasaan yang lebih tenang dan pikiran yang lebih jernih, yang akan berpengaruh pada keputusan yang lebih responsif dan reflektif.

 14. Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

topik modul 3.1 dengan topik PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS  NILAI NILAI KEBAJIKAN SEBAGAI PEMIMPIN, tentunya sangat penting bagi saya, karena selama hidup tentu akan diperhadapkan dalam pengambilan keputusan, terlebih diperhadapkan kasus dilema etika, kasus yang berhadapan benar dengan benar, tentunya dibutuhkan keterampiilan. karena itu sebagai seorang pemimpin perlu memilki pemahaman yang jelas dan perlu melatih keterampilan dalam pengambilan keputusan


DEMONTRASI KONTEKSTUAL MODUL 3.1

 1.   KASUS PERTAMA






  Dari Kepala sekolah SMK NEGERI 1 JORLANG HATARAN Kabupaten Simalungun antara lain :

Pada bulan Oktober 2022, SMK negeri 1 Jorlang Hataran akan kembali mempersiapkan sekolah untuk diakreditasi. Ibu Rosmely Damanik,S.Pd,M.Si sebagai sekolah melakukan rapat bersama dengan seluruh pendidik dan tenaga kependidikan. Hasil rapat adalah masing masing pendidik dan tenaga pendidikan mempersiapkan bagiannya. Khusus untuk team manajemen sekolah akan kembali menyusun dokumen kegiatan sekolah yang selama ini akan dikerjakan. Kepala sekolah hampir tiap hari mengecek persiapan yang dilakukan termasuk upload dokumen pada link yang telah disediakan. Pada tanggal 19 oktober 2022 kepala sekolah harus berangkat keluar kota untuk mengikuti rapat koordinasi ditingkat propinsi, kegiatan berlangsung selama 2 hari. Pada tanggal 20 oktober 2022, setelah kegiatan rapat selesai,  ibu kepala sekolah mendapat pemberitahuan melalui surat, bahwa kegiatan Visitas team akreditasi akan dilakukan pada hari Jumat, 21 oktober 2022, sementara dalam waktu yang sama ibu kepala sekolah juga harus hadir dalam pertemuan kerjasama dengan perusahaan di Semangke. Dua kegiatan yang sama sama penting untuk perkembangan sekolah. Apakah keputusan yang akan diambil oleh kepala sekolah? Kepala sekolah melakukan pertemuan secara daring  bersama dengan team manajement untuk membahas  persiapan visitas besok. Dan dalam pertemuan tersebut. Ibu kepala sekolah juga menyampaikan dilema yang sedang dihadapi tentang 2 kegiatan yang harus dihadiri pada waktu bersamaan, kepala sekolah meminta pendapat dari team. Ibu kepala sekolah melakukan komunikasi kepada pihak perusahaan untuk bermohon agar waktu melakukan perjanjian kerjasama diundurkan tanggal pertemuannya. Tetapi pihak perusahaan tetap mengatakan jadwal tidak akan lagi dirubah. Dan pihak perusahaan mengatakan agar mengutus perwakilan dari kepala sekolah yang menghadirinya.setelah komunikasi yang dilakukan, ibu kepala sekolah mengambil keputusan untuk hadir disekolah dalam kegiatan visitas akreditasi sekolah dan mengutus wakil kepala sekolah bagian DUDI/HUMAS untuk menghadiri pertemuan melakukan kerjasama dengan Pihak Perusahaan. Dari kasus yang terjadi,  ada dua kepentingan yang sama-sama benar atau sama-sama mengandung nilai kebajikan yaitu kepala sekolah harus hadir dalam pertemuan pembuatan kerjsama dengan perusahaan dan kepala sekolah harus siap dalam visitas akreditasi sekolah. Dari kasus ini, ibu kepala sekolah dalam pengambilan keputusan adalah berdasarkan skala prioritas dan kepentingan jangka panjang. Dari kasus kasus sebelumnya kepala sekolah juga melakukan pengambilan keputusan berdasarkan nilai nilai kebajikan.

 

2.   Kasus kedua



Dari Pimpinan/Pengelola sekolah EPIC Kids School and Therapy sekolah berkebutuhan khusus di kota Pematang Siantar  Ruth Maya Tamba, M.Psi., Psikolog

Format pendidikan pada sekolah EPIC KidsSchool and Therapy sekolah berkebutuhan khusus sedikit berbeda dengan format pendidikan secara sekolah biasanya.

Struktur sekolah yang ditetapkan adalah sekolah dipimpin oleh pengelola, koordinator guru kemudian guru serta asisten guru. Jumlah kelas ada tiga yaitu kelas kemandirian, kelas akademik/ pra akademik dan  kelas sensori prosesing. Tiap kelas berdiri sendiri dan masing masing  kelas dikelola guru dan asisten. Sistem belajarnya adalah moving kelas.Kegiatan pembelajaran dilakukan dari jam 08.00 WIB sampai 12.00 WIB. Setalah kegiatan sekolah berakhir, setiap guru melakukan persiapan belajar mengajar untuk ke esokan harinya. Jam kerja guru dan asisten dimulai jam 08.00 WIB sampai jam !4.00 WIB. Guru mempersiapakn materi ajar selama 2 jam untuk kegiatan esok harinya. Satu ketika, pimpinan melihat kasus dimana koordinator guru pulang sebelum jam kerja. Selama ini kekeluargaan sangat terbina disekolah ini,  ada saling percaya antara pimpinan kepada guru. koordinator guru mulai tdk disiplin pada jam kerja yang telah ditetapkan. Sepengatuan pimpinan , Koordinator guru memang memilki usaha seperti Bimbel kecil. Tentunya jika kasus ini dibiarkan,

Tentu hal ini akan berdampak tidak baik kepada peserta didik, dan aturan yang ditetapkanpun serta tanggungjawab sebagai koordinator juga tidak dilaksanakan dengan baik. Sebagai pimpinan, koordinator dipanggil untuk melakukan komunikasi yang baik, agar jam kerja tetap dilaksankan dan tanggung jawab sebagai koordinator dilakukan dengan baik. Setelah  pertemuan yang telah dilakukan, koordinator kembali mengerjakan tugas dengan baik dan bertanggungjawab. Dalam kasus ini faktor faktor yang dilakukan dalam pengambilan keputusan adalah dengan melakukan pendekatan pribadi dan mengingatkan aturan kerja atau ketetapan yang telah disepakati.

Kasus lain yang terjadi adalah asisten guru sedang kuliah. Dan sering meminta izin pada jam kerja untuk bertemu dengan dosen.Tentu akan merugikan siswa jika kondisi ini dibiarkan. Langka yang dilakukan adalah melakukan pendekatan pribadi dan juga menegaskan bahwa jam kerja tetap harus ditaati dan diharapkan melakukan kegiatan pertemuan dengan dosen setelah jam kerja berakhir.

ANALISIS DARI HASIL WAWANCARA :

1.Hal hal yang menarik apa yang muncul dari wawancara tersebut, pertanyaan penting mengganjall apa yang masih ada dari hasil wawancara bila dibandingkan dengan hal hal yang anda pelajari seperti 4 pradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengujian apa yang anda lakukan?

hal hal yang menarik antara lain :

a. pengambilan keputusan kepala sekolah SMK NEGERI 1 JORLANG HATARAN adalah  dilakukan dengan  mengutamakan kepentingan sekolah dan khususnya kepentingan peserta didik, jika dilihat dari DARI PRADIGMA DILEMA ETIKA ADALAH JANGKA PENDEK LAWAN JANGKA PANJANG, karena untuk akreditasi untuk kepentingan sekolah selama 5 tahun sedangkan perjanjian kerja hanya untuk satu tahun, dan jika dibatalkan dapat digantikan dengan perusahaan lain sedangkan  untuk kepala sekolah EPIC KidsSchool and Therapy sekolah keputusan yang diambil juga tetap berpihak pada murid, jika dilihat dari PRADIGMA DILEMA ETIKA ADALAH RASA KEADILAN LAWAN RASA KASIHAN. keduanya telah menerapkan prinsip dalam pengambilan keputusan, berpihak pada murid, berdasarkan nilai nilai kebajikan dan bertanggung jawab dalam mengambil keputusan

b. dalam pengambilan keputusan, tentu  tidak terlepas dari dampak negatif, misalkan untuk kepala SMKNEGERI 1 JORLANG HATARAN, kemungkinan rasa percaya pihak perusahaan berkurang karena pertemuan diwakilkan, sedangkan untuk EPIC KidsSchool and Therapy sekolah, dengan menegakkan aturan sekolah,, kemungkinan ada guru yang merasa tersinggung. tetapi kedua pemimpin melakukan keputusan karena memperhatikan prioritas kebutuhan untuk sekolah.

dapat saya simpulkan ke 2 kepala sekolah dalam pengambilan keputusan sudan menerapkan prinsip pengambilan keputusan yaitu keputusan yang diambil berbasis akhir akhir


2. Bagaimana hasil wawancara ke dua pemompin yang anda wawancarai, adakah persamaan atau perbedaan  dan adakah yang meninjol dari salah satu pemimpin tersebut, mengapa, apa yang membedakannya.

persemaannya adalah ke dua kepala sekolah telah menerapkan prinsip pengambilan keputusan yaitu berpihak pada murid, berdasarkan nilai nilai kebajikan dan bertanggungjawab dengan keputusan yang diambil. persamaan lainnya adalah melakukan komunikasi yang baik sebelum mengambil keputusan

perbedaannya adalah dari kasus yang dihadapi, berbeda Pradigma dilema etika, kepala sekolah SMK NEGERI 1 JORLANG HATAN  jangka pendeng lawan jangka panjang, sedangkan kepala sekolah EPIC KidsSchool and Therapy sekolah adalah rasa keadilan lawan rasa kasihan.

sesuai analisis yang saya lakukan kedua kepala sekolah telah melakukan analisis masalah dengan mengutamakan kepentingan sekolah khususnya kepentingan siswa

3. apa rencanakedepan para pemimpin dalam menjalani dalam pengambilan keputusan yang mengandung dilema etika, bagaimana mereka dapat mengukur efektifitas pengambilan keputusan mereka?

mereka akan belajar untuk melakukan analisis permasalahandengan berkolaborasi dengan team manajemen dan tetap berdasarkan 4 pradigma dilema etika, 3 prinsip dan 9 langka pengujian dalam pengambilan keputusan

4. Bagaiamana anda sendiriakan menerapkan pengambilan keputusan dilema etika pada lingkungan andalingkungan anda dan pada kolega guru guru anda? kapan anda menerapkannya?

yang akan saya lakukan tentunya akan belajar untuk melakukan pengambilan keputusan dengan menganalisis kasu yang terjadi berdasarkan 4 pradigma  dilema etika, 3 prinsip dan belajar untuk melakukan 9 langka pengujian dalam pengambilan keputusan. kapan akan saya lakukan? tentunya ketika saya diperhadapkan kasus, baik itu dalam keluarga, sekolah atau masyarakat. dan saya akan memulai dari masalah masalah kecil yang saya hadapi dari sekarang.

 


Minggu, 09 Oktober 2022

JURNAL REFLEKSI DWIMINGGUAN MODUL 2.3

 

JURNAL REFLEKSI DWIMINGGU MODUL 2.3


Kali ini saya akan coba merefleksi pembelajaran dan aktivitas pembelajaran yang telah dilakukan di Learning Management System (LMS). Kegiatan dimulai dari modul 2.3.a.3 sampai post tes modul 2

1. Facts (Peristiwa)

Di minggu ini ada beberapa aktivitas pembelajaran yaitu diawali mulai dari 2.3.a.3 mulai dari diri diana saya membuat blog yang berisikan jawaban dari pertanyaan pemantik yang diberikan untuk merefleksikan diri saya tentang supervise di sekolah saya, kemudian masuk ke eksplorasi konsep, modul 2,3,a,4,1 yang membahas tentang coaching, perbedaan antara metode pengembangan diri coaching, mentoring, konseling, fasilitasi dan training, konsep coaching secara umum, bagaimana coaching dilakukan dalam konteks pendidikan, paradigma coaching dilihat dari system Among yang merupakan konsep dari Ki Hajar Dewantara, selanjutnya masuk ke modul 2.3.a.4.2 tentang eksplorasi paradigma berpikir coaching dan prinsip-prinsip coaching dalam komunikasi yang memberdayakan untuk pengembangan kompetensi, juga mengaitkan antara paradigma berpikir dan prinsip-prinsip coaching dengan supervise akademik, selain itu disana juga dijabarkan perbedaan antara coaching, kolaborasi, konsultasi, dan evaluasi dalam rangka memberdayakan rekan sejawat, dibantu dengan video percakapan coaching yang membantu saya memahami tentang bagaimana seharusnya menjadi seorang coach yang baik. Selanjutnya di modul 2.3.a.4.3 di Bahas tentang kompetensi inti coaching dan TIRTA sebagai alur percakapan coaching , disini dipelajari alur coaching mulai dari Tujuan, Identifikasi, Rencana aksi, dan Tanggung jawab yang diakronimkan menjadi TIRTA, diharapkan akan seperti air yang mana komunikasi bisa mengalir, disini juga dibahas tentang inti coaching yaitu presence kehadiran penuh yang terlihat pada coach, dengan memberikan perhatian penuh akan apa yang disampaikan oleh coachee, menjadi seorang pendengar aktif dengan sesekali memberikan tanggapan atas apa yang sedang dibicarakan oleh coachee, dan dibahas tentang keterampilan membuat pertanyaan berbobot dalam percakapan coaching, selain itu, modul ini juga membahas tentang jalannya percakapan coaching untuk membuat rencana aksi, coaching untuk melakukan refleksi, coaching untuk memecahkan masalah dan coaching melakukan kalibrasi, selanjutnya di forum diskusi eksplorasi kami saling melakukan pemantapanpemahaman dengan berdiskusi antar CGP. Pada modul 2.3.a.5 yaitu ruang kolaborasi saya berpasangan dengan ibu widiarti Rusmini melakukakan sebuah percakapan coaching untuk benar-benar memberikan pengalaman coaching secara nyata dengan teman sesama CGP, dan hasil percakapan divideokan dan diunggah sebagai salah satu tagihan dari LMS, kemudian pada modul 2.3.a.6 demonstrasi kontekstual, kami dikelompokkan dengan beranggotakan 3 orang (Ibu Riry, saya, dan Ibu Widiarti Rusmini, kami membuat video percakapan dengan 1 CGP menjadi observer, 1 CGP lain menjadi coach, dan 1 CGP lainnya menjadi Coachee, kami melakukan secara bergiliran, kegiatan ini menambah pemahaman kami tentang bagaimana seharusnya menjadi observer, apa yang perlu diperhatikan pada saat pra observasi, saat observasi dan pasca observasi. Selanjutnya saya belajar modul 2.3.a.7 yaitu elaborasi pemahaman bersama Bapak Alex Herry Assa membahas tentang coaching dan supervisi akademik lebih dalam lagi. Dan kemudian saya membuat koneksi antar materi modul 2.3, dengan memberikan refleksi saya dengan apa yang saya dapati dan bagaimana dengan rencana dan Langkah ke depannya yang akan saya lakukan, selanjutnya yaitu membuat rancangan aksi nyata yang berkaitan dengan supervise akademik yang dilakukan dengan teman sejawat, dan pada hari jumat, 7 oktober saya melakukan test akhir modul 2

2. Feelings (Perasaan)

Saya antusias dan sangat semangat mengikuti aktivitas pembelajaran tentang coaching ini. Pada modul 2.3. ini, Saya menjadi begitu penasaran di awalnya bagaimana menjadi coach yang baik, dan kemudian merasa senang sekali karena semuanya terjawab di modul ini ditambah dengan beberapa praktik langsung bersama para CGP membuat pemahaman baik tentang modul 2. Dari hasil praktik saya merasa masih banyak kekurangan sehingga merasa bersemangat untuk belajar lagi dan berusaha memahami tentang coaching, bagaimana membuat pertanyaan berbobot, dan bagaimana bersikap sebagai coach yang baik.

3. Findings (Pembelajaran)

Informasi, pengetahuan dan pengalaman baru pada modul 2.3. memberi saya banyak pengetahuan dan pembelajaran yang banyak tentang bagaimana menjadi coaching yang baik dan bagaimana melakukan supervise akademik yang baik yang dapat membantu pengembangan diri rekan sejawat, ada fase ini saya diajak untuk meninjau ulang keseluruhan materi pembelajaran di Modul 2:yang pernah saya dapati mulai dari konsep Ki Hajar Dewantara tentang tujuan pembelajaran, tentang peran dan nilai guru penggerak, tentang pembelajaran berdiferensiasi yang berkaitan juga dengan Pembelajaran Sosial dan Emosional yang semuanya berkaitan dengan coaching dan supervise akademik, di modul ini juga saya mencoba merancang sebuah aksi nyata supervisi akademik terhadap rekan sejawat, untuk membantunya mengembangkan kemampuan diri rekan sejawat

4. Future (Penerapan)

Sebagai seorang guru, saya tentunya sering menjumpai banyak permasalahan di lapangan yang terkait dengan potensi para murid dan mungkin rekan sejawat. permasalahan tersebut seringkali menjadi salah satu penghambat kemajuan seseorang dalam mencapai tujuannya, bahkan mereka bisa saja tidak sadar akan kemampuan dan kekuatan yang mereka miliki untuk menyelesaikan permasalahannya. Oleh karena itu, coaching sangat perlu dilakukan untuk bisa membantu mengatasi permasalahan tersebut. Selanjutnya saya berharap praktik baik ini bisa dilakukan juga oleh rekan sejawat lainnya. Sehingga semua mampu menjadi coach yang baik bagi muridnya dan orang lain.



KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3

 

A.     Pentingnya Proses Coaching  dalam Pendidikan

Pendidikan merupakan usaha secara sadar dan terencana dalam mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, berketuhanan dan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan juga lingkungan masyarakat. Dengan demikian, semua upaya yang dilakukan dalam konteks pendidikan bukan hanya harus direncanakan dengan cermat, tetapi juga harus ditujukan untuk pengembangan potensi peserta didik. 

Standar proses telah secara jelas mendeskripsikan kriteria pelaksanaan pembelajaran yang harus dipertimbangkan oleh pendidik dan sekolah beserta prinsip-prinsipnya. Semua praktik pembelajaran tersebut harus merupakan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik, yaitu pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan belajar peserta didik yang beragam, pembelajaran yang memperhatikan kebutuhan sosial dan emosional peserta didik serta pembelajaran yang dapat membangun komunikasi yang empatik dan memberdayakan peserta didik dalam mencari solusi dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dengan berdasarkan prinsip coaching.

B.     Pengertian Coaching dan Relevasinya dengan Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Coaching merupakan proses kolaborasi yang fokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri dan pertumbuhan pribadi dari sang coachee. Coaching merupakan salah satu metode yang efektif untuk diterapkan dalam bidang pendidikan yang prosesnya berpusat pada siswa. Dengan metode ini, pendidik dapat mendorong peserta didik untuk menerapkan kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kreatif, Dalam coaching ada proses menuntun yang dilakukan guru sebagai coach kepada murid sebagai coachee untuk menenemukan kekuatan kodrat dan potensinya untuk bisa hidup sesuai tuntutan alam dan zaman.

Hal ini sejalan dengan pemikiran sang Maestro Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara (KHD) dimana menurutnya pendidikan itu adalah ada proses menuntun yang dilakukan guru untuk mengubah prilaku murid sehingga dapat hidup sesuai kodratnya baik sebagai individu maupun bagian dari masyarakat.

C.     Peran Guru dalam Coaching

Peran Guru sebagai coaching hendaknya tidak mengajarkan atau menginstruksikan sesuatu, tidak juga memberikan saran atau solusi secara langsung. Guru membantu peserta untuk belajar dan bertumbuh. Bagaimana caranya? Yaitu dengan mengajukan pertanyaan. Tentu saja bukan sembarang pertanyaan. Namun pertanyaan-pertanyaan yang dapat memicu kesadaran diri dan memprovokasi tindakan kreatif, menciptakan suasana nyaman dan rasa percaya untuk memberikan kebebasan dan kemerdekaan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk menjadi murid kuat secara kodrati, dengan demikian diharapkan guru dapat menuntun peserta didik untuk menemukan solusi di setiap permasalahan dan meraih prestasi terbaik dengan kekuatan yang dimilikinya.

D.    Konektivitas Coaching dengan Pembelajaran Berdiferensiasi dan Sosial Emosional.

Sistem Among yang dianut Ki Hajar Dewantara menjadikan guru dalam perannya bukan satu-satunya sumber pengetahuan melainkan sebagai mitra peserta didik untuk melejitkan kodrat dan irodat yang mereka miliki, apa yang dilakukan?, salah satunya adalah mengintegrasikan pembelajaran berdifrensiasi kedalam pembelajaran, dimana pembelajaran harus disesuaikan dengan minat, profil dan kesiapan belajar, sehingga pembelajaran dapat mengakomodir kebutuhan individu peserta didik, dalam hal ini “KHD mengibaratkan bahwa guru adalah petani, dan peserta didik adalah tanaman dan setiap individu peserta didik adalah tanaman yang berbeda, jika tanaman padi membutuhkan banyak air, tentu akan berbeda perlakuan terhadap tanaman jagung yang justeru membutuhkan tempat yang kering untuk tumbuh dengan baik”.

Pembelajaran Berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang berfokus pada kebutuhan peserta didik dan sejalan dengan prinsip pembelajaran yang berpihak kepada peserta didik. Dengan memperhatikan konten, proses, produk, pendidik dapat menyesuaikan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian proses pembelajaran agar dapat ke semua tahapan proses tersebut, sehingga dapat memenuhi kebutuhan belajar murid-murid dan membantu kesuksesan belajar mereka. Selain itu, proses pembelajaran berdiferensiasi juga mensyaratkan adanya praktik-praktik penilaian yang baik.

          Selain mendesain pengalaman belajar dan lingkungan belajar yang dapat merespon kebutuhan belajar murid agar murid dapat mencapai tujuan pembelajaran melalui pembelajaran berdiferensiasi. Sebagai pendidik tentu harus berupaya menciptakan pengalaman dan lingkungan belajar yang memperhatikan kebutuhan sosial dan emosional peserta didik.

Pembelajaran sosial dan emosional (PSE) ini semakin mendesak untuk kita terapkan dan praktikkan karena pentingnya perkembangan murid secara holistik, bukan hanya intelektual tetapi juga fisik, emosional, sosial, dan karakter. Sebagai pendidik yang mendampingi peserta didik di sekolah sepanjang hari, maka sudah sepatutnya pendidik memikirkan bagaimana menuntun peserta didik untuk mencapai kodratnya, bagaimana membimbing peserta didik agar dapat mengeksplorasi dan mengaktualisasikan seluruh potensi dalam dirinya dengan setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat, sehingga dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaannya. Di sinilah letak urgensi PSE untuk mendorong tumbuh kembang peserta didik secara holistik.

         Pembelajaran sosial dan emosional merupakan pembelajaran yang mampu menciptakan pengalaman belajar bagi murid untuk menumbuhkan dan melatih lima kompetensi sosial dan emosional (KSE), yaitu kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

Sebagai seorang pendidik tentu harus mampu membawa komunikasi yang empati dan memberdayakan diri sebagai pemimpin pembelajaran dalam membuat perubahan strategi yang mampu menggerakkan komunitas sekolah pada ekosistem belajar. perubahan strategi yang sejalan dengan semangat merdeka belajar untuk meningkatkan kualitas kurikulum yang bermakna dan kualitas sumberdaya pendidik dan tenaga kependidikan dalam mewujudkan pendidikan yang berpihak pada murid di sekolah.

Seorang pendidik harus memahami konsep yang sejalan dengan pemikiran filosofis pendidikan Ki hajar Dewantara dan perkembangan pendidikan abad ke 21. Pendidik harus menguatkan paradigma berpikir among, prinsip coaching, kompetensi inti coating, alur percakapan TIRTA dan supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching. Dengan mempelajari dan mempraktikkan beberapa latihan percakapan berbasis coaching baik terhadap murid maupun rekan sejawat dapat menguatkan perjalanan pembelajaran pendidik menjadi seorang pemimpin pembelajaran. 

          Selama menjadi pendidik tentu dalam proses pembelajaran pernah diobservasi atau disupervisi oleh kepala sekolah. Supervisi akademik ini dilakukan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik sebagaimana tertuang dalam standar proses pada standar nasional pendidikan.  Supervisi akademik yang dijalankan semestinya harus benar-benar berfokus pada proses pembelajaran. Selain, itu, supervisi akademik juga bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri seorang pendidik di sekolah. 

          Rangkaian supervisi akademik ini digunakan kepala sekolah untuk mendorong ruang perbaikan dan pengembangan diri pendidik. Pemimpin sekolah dapat mendorong warga sekolahnya untuk selalu mengembangkan kompetensi diri dan senantiasa memiliki growth mindset, serta keberpihakkan pada murid adalah  pemimpin sekolah yang dapat mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi diri dan orang lain dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.

Selain itu pendekatan Sosial dan Emosional dalam praktek coaching juga sangat diperlukan, Melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan guru, peserta didik akan menemukan kedewasaan dalam proses berfikir melalui kesadaran dan pengelolaan diri, sadar akan kekuatan dan kelemahan yang dimilkinya, mengambil prespektif dari berbagai sudut pandang sehingga sesuatu yang menjadi keputusannya telah didasarkan pada pertimbangan etika, norma sosial dan keselamatan.